Selasa, 20 April 2010

Pemilukada Kota Mataram: Siapakah Pilihan Rakyat ?

Oleh : Lalu Ardian Zamzamy *)

Adakah dari lima pasang Calon Walikota dan Calon Wakil Walikota yang akan bertarung dalam Pemilihan Umum Kepala Daerah (Pemilukada) Kota Mataram telah sesuai dengan aspirasi yang diharapkan rakyat ? Jawaban pertanyaan tersebut tampaknya bakal mengundang reaksi beragam dan akan menjadi perdebatan yang tidak ada ujung pangkalnya bila ditelisik satu persatu kandidat yang muncul dan besarnya harapan rakyat untuk mendapatkan pemimpin terbaik bagi Kota Mataram kita tercinta.

Namun terdapat satu “benang merah” bisa kita tarik bila dicermati menjelang Pemilukada Kota Mataram secara langsung oleh warga Kota Mataram yang untuk kedua kalinya dalam sejarah berdirinya Kota Mataram yakni rakyat disodorkan untuk memilih calon yang bermunculan.

Dalam proses pencalonannya beragam cara dilakukan oleh internal partai, baik melalui rapimda, rakerda maupun survey oleh lembaga survey yang ditunjuk oleh partai bersangkutan. Semua yang terlibat dalam proses internal partai tersebut adalah pengurus partai di tingkat daerah bahkan pusatpun punya andil yang kuat, tidak ada rakyat kebanyakan.

Pengurus memang bisa berdalih bahwa figur yang dicalonkan telah berdasarkan aspirasi yang berkembang di mata rakyat, tetapi sebagai sebuah proses politik, hal itu tidak bisa terlepas dari politisasi. Tak heran para politisi sering berujar dan mengatasnamakan rakyat.

Lebih Pada Kekuasaan

Ditengah kalkulasi politik detik per detik yang dilakukan parpol untuk “menjual” masing-masing calonnya untuk memenangkan kompetisi ketat itu dengan merebut sebanyak-banyaknya suara rakyat, muncul skeptisme dari beberapa kalangan yang menilai Cawali dan Cawawali yang akan bertarung pada Pemilukada Kota Mataram tahun 2010 ini, belum sepenuhnya berpihak kepada rakyat, tidak memiliki hati nurani untuk membela rakyat, sebaliknya lebih pada kekuasaan.

Menurut hemat penulis, perlunya lembaga independen dan bebas dari bentuk intervensi partai politik pengusung pasangan Cawali dan Cawawali untuk memberikan pendidikan politik kepada masyarakat perihal Cawali dan Cawawali, seperti membuat catatan kritis atau profil dari Cawali dan Cawawali. Meskipun kita tahu sudah ada Komisi Pemilihan Umum (KPU) sebagai penyelenggara Pemilukada Kota Mataram. Namun penulis merasa tidak yakin bahwa KPU Kota Mataram mampu sebagai lembaga yang independen karena lembaga ini tidak bisa lepas dari jalur birokrasi dan kepentingan politik.

Penulis berharap bahwa Pemilukada Kota Mataram yang dilaksanakan tanggal 7 Juni 2010 mendatang, bukanlah sebuah proses demokrasi palsu yang tidak menghasilkan sesuatu yang signifikan terhadap perubahan Kota Mataram ke arah lebih baik, karena dari pengamatan penulis bahwa Pemilukada Kota Mataram belum–belum sudah berada pada kondisi yang kurang demokratis, kurang adil, kurang jujur. Hal ini sudah terlihat dari propaganda tidak sehat yang dilakukan oleh beberapa oknum partai pengusung pasangan Cawali dan Cawawali untuk memenangkan calonnya.

Terlebih lagi terhadap para calon yang lebih mementingkan nafsu pribadi untuk berkuasa ketimbang dalam upaya proses perbaikan Kota Mataram ke depan. Bayangkan saja mereka hanya “turun gunung” atau safari ke lingkungan-lingkungan pada saat menjelang Pemilukada untuk mencari popularitas sesaat dengan sekedar membuka pertandingan olahraga atau memberikan sumbangan pembangunan tempat ibadah.

Sikap seperti itu berkaitan dengan masalah mentalitas sejumlah pemimpin yang buruk, kurang memiliki rasa malu, dan tidak peduli kepada rakyat, karena calon pemimpin seperti ini hanya membutuhkan suara rakyat untuk memilih mereka, tetapi tidak mau tahu apa aspirasi sesungguhnya dari rakyat.

Menurut penulis, mengenai siapa sebenarnya pemimpin yang didambakan warga Kota Mataram, adalah figur yang mampu menyelesaikan persoalan Kota Mataram dengan visi dan misi yang realistis antara lain meningkatkan IPM Kota Mataram yang masih rendah, persoalan kemiskinan, pendidikan, terbatasnya lapangan pekerjaan, tingkat pendapatan masyarakat yang masih kurang, tidak terlibat Korupsi, Kolusi dan Nepotisme (KKN), tidak mengatasnamakan agama, suku atau Ras untuk menang, bersedia melakukan debat terbuka dan bersedia melakukan kontrak politik dengan elemen masyarakat, bukan sekedar jargon-jargon yang tidak mampu dilaksanakan .

Selain itu pula penulis menilai bahwa pada proses pencarian pasangan calon telah terjadi “kawin campur” yang hanya berorientasi kekuasaan, bersifat oportunistik, serta sangat pragmatis tanpa memiliki kekuatan gagasan berupa visi dan misi serta program yang kuat untuk membawa Kota Mataram ke arah yang lebih baik. Pasangan Cawali dan Cawawali yang muncul hanya mengedepankan kepentingan masing-masing tanpa adanya sebuah kekuatan pemikiran yang mampu memberikan pencerahan dan pendidikan politik rakyat.

Penulis juga mengingatkan KPU Kota Mataram selaku penyelenggara Pemilukada Kota Mataram, bahwa pada Pemilu tahun 2009 yang lalu, masih banyak rakyat yang tidak bisa memilih karena tidak mendapatkan kartu pemilih atau mereka yang “golput”. Untuk itu KPU Kota Mataram harus lebih proaktif mensosialisasikan tentang pelaksanaan Pemilukada Kota Mataram 2010 kepada masyarakat terlebih lagi yang ada di lingkungan pinggiran Kota, karena bukan mustahil pada hari “H’ pemungutan suara tanggal 7 Juni 2010, banyak rakyat yang tidak memilih karena kualitas dan mentalitas

Cawali tidak sesuai dengan aspirasi rakyat atau juga kecewa karena calonnya tidak bisa bertarung dalam Pemilukada Kota Mataram. Kedepan perlu dibuatkan aturan main bahwa Cawali dan Cawawali adalah figur–figur yang benar-benar lahir dari aspirasi rakyat.

Terakhir, penulis mengajak semua pihak dan para pasangan calon untuk menjaga Kota Mataram ini tetap AMAN, berikan pencerahan agar masyarakat FAHAM akan makna demokrasi yang sesungguhnya, sehingga AdA wajah BARU bagi Kota Mataram mendatang dan siapapun yang terpilih nanti agar semua pihak tetap AKOR.

Ingatlah kita boleh berseberangan pendapat, kita boleh berbeda pilihan. Tapi kita tidak boleh bermusuhan, apalagi saling mengujat hanya karena berbeda pilihan. Masih ada waktu bagi pasangan (sesuai nomor urut pengundian):
(1) H.L. Koeshardi Anggrat – I Gusti Bagus Widiamurti Diwia (AdA),
(2) H.L.Bakri – H. Miftahuddin Ma’ruf, (BARU),
(3) H.L. Fathurrahman – H.M. Muazzim Akbar (FAHAM),
(4) L. Khalik Iskandar (Mamiq Alex) – Komang Rena (AKOR),dan
(5) H. Ahyar Abduh – H. Mohan Roliskana (AMAN),
agar dapat berbuat yang terbaik bagi warga Kota Mataram. Renungkan !

***
*) Penulis adalah Senior Fasilitator di PNPM Mandiri Perkotaan Kota Mataram.






1 komentar:

  1. Saya tertarik dengan kalimat yang Anda tulis di atas tentang kualifikasi seorang pemimpin, dan ijinkan saya mengutipnya kembali di bawah ini:

    ".... tidak terlibat Korupsi, Kolusi dan Nepotisme (KKN), tidak mengatasnamakan agama, suku atau Ras untuk menang...."

    BalasHapus